Kamis, 01 Desember 2011

Permadani Mahar untuk Maharani

Tidak pernah terpikirkan olehku kalau kejadiannya akan seperti ini. Zahro duduk terpaku. Air matanya mengalir di kedua pipinya. Berkali-kali ia menghapus air matanya dan berusaha keras untuk menghentikan tangisnya.
“Om tidak serius dengan apa yang baru saja Om katakan, kan?” tanyanya.
Harjo hanya mengangguk lemah. Sebenarnya dia tidak tega menyampaikan berita duka tersebut kepada keponakannya. Namun kenyatan harus disampaikannya pada Zahro dan keluarganya. Bagaimanapun pahitnya, itulah yang terbaik menurutnya. Kullil haqqa walau kaana murra.
”Bagaimana ceritanya Om?Apakah saya kuat dengan semua ini?”tanyanya lagi.
            ”Sabarlahlah nak, Allah SWT sedang menguji kesabaran kita. Dia tidak akan memberikan ujian diatas kemampuan umatnya?”Om Harjo sedikit berusaha menenangkan Zahro.
            Mungkin inilah garis dariNya. Suatu peristiwa yang hanya sedikit orang memikirkannya. Manusia boleh saja berencana, tapi apa daya. Hanya Dia yang memiliki kebijakan untuk memutuskannya.
***
Pagi itu bandara penuh sesak. Seperti biasanya jika bulan Dzul Hijjah umat muslim berlomba-lomba untuk menunaikan penyempurnaan rukun islam yang kelima. Meskipun dizaman sekarang hidup semakin rumit, namun animo masyarakat muslim untuk menunaikan ibadah haji ke baitullah makkatul mukarromah masih saja tetap tinggi.
”Mari umi, abah, kita lewat sini”ajak Syahrul kepada umi dan abahnya untuk mengikuti arah jalannya.
”Rul, apakah om dan tantemu sudah jemput kita?”tanya abah.
”ya bah mereka sudah di depan pintu masuk”jawab Syahrul.
”Zahro ikut nak?”umi menambahi.
”Zahro sedang mengikuti diklat pengangkatan CPNS um, tapi besok dia akan langsung kejakarta silaturahmi kerumah kita”jelasnya
”oh begitu.....baguslah semoga kesuksesan selalu bersamanya”.
”Amin” serentak abah dan anak itu mengamini doa uminya.
Tlililit...........tlililit..........tlililit........... Syahrul langsung mangangkat telepon genggam yang ada disakunya.
”Assalamu’alaikum”Syahrul memulainya
”Wa’alaikum salam, kamu sudah sampai mana rul?tanya omnya disebrang sana.
”Kami sudah di depan pintu masuk sebelah kiri om, om di sebelah mana?”
”oh ya ya aku sudah melihatmu, aku segera kesana”jawab omnya
”baik-baik saja kan?”tambahnya
”Alhamdulillah, kami sehat”
”ya sudah ditutup dulu ya, om berjalan ke arahmu sekarang”
”ya om, terimakasih, wassalamulaikum”
Dengan menarik dua koper besar syahrul berjalan beriringan dengan abah dan uminya. Sedangkan uminya hanya menenteng tas kecil dan abahnya membawa tas ukuran sedang. Sebenarnya dia tidak suka membawa banyak barang setelah pulang haji. Dia kurang begitu tertarik dengan konsumtif dengan berbelanja berlebihan saat haji. Seperti kebanyakan orang indonesia yang gemar berbelanja saat haji ataupun umrah. Mereka memang memfokuskan untuk benar-benar beribadah di tanah suci yang gersang tersebut. Sehingga sangat meminimalasir waktu hanya untuk shopping.
”Assalamu’alakum mas, gimana kabarnya?”tanay om pada abah.
”Wa’alaikum salam, alhamdulillah baik, meskipun sempat beberapa hari flu disana disaat menjelang keberangkatan pulang kesini”jelas abah
”Mari mas, mbak, rul dik tanti sudah menunggu di mobil, biar kopernya saya bawakan”pintanya.
”ya mas, terimakasih”
”biar abah sama umi duluan sama mas, ada barang yang ketinggalan di ruang tunggu tadi, semoga masih ada biar saya ambil dulu”
”ya sudah saya kemobil dulu sama mas dan mbakyu, kamu ditunggu di mobil ya?”
”ok”singkatnya
Syahrul kembali menelusuri lorong tempat tunggu, dan berharap barangnya masih ada. Meskipun tidak seberapa harganya, namun barang itu merupakan perwujudan cintanya yang sangat tulus kepada calon istrinya. Dia sengaja membelinya khusus di makkah untuk mahar pernikahannya dengan zahro sang pujaan hati. Disebarkan pandangan matanya keseluruh ruangan yang penuh dengan orang dan kursi tunggu, di berusaha menyapu seluruh sendi-sendi kosong antar bangku untuk mendapatkna bungkusannya yang tertinggal.
            ”Alhamdulillah, Allah memang Maha Menjaga”gumamnya dalam hati.
Dia sangat bersyukur. Memang manusia tempatnya lupa dan salah, namun Allah Maha Mengingatkan dan Melindungi. Diambilnya bungkusan tersebut dan diciumnya sambil senyum-senyum dengan mengingat wajah Zahro sang pujaan hati. Dia kembali berjalan menuju koridor pintu masuk. Dengan menenteng sebuah bungkusan dia berjalan agak tergesa-gesa menyusul umi dan abahnya. Dia sedikit berlari karena merasa tidak enak membuat orang tuanya menunggu terlalu lama. Dari arah kanan, mobil sedan hitam berplat merah melaju dengan kencang. Dan tiba-tiba Braaaaak!Syahrul terpelanting, berguling-guling dan terseret ditengah jalan. Semua mata memandang dan kaget. Kecelakan tengah berlangsung. Syahrul tak sadarkan diri. Om dan tante berlari-lari meninggalkan mobil. Umi dan abah menyusul di belakangnya, sambil menangis dan bristigfar mereka berlari menyusul tubuh Syahrul yang tela tergelak diatas aspal jalan raya yang berlumuran darah dan tangannya masih memagang sesuatu yang diambilnya dari koridor.
***
Diruang tamu, berhiaskan foto keluarga, Zahro memandangi foto calon suaminya dan mengenang proses taarufnya dulu. Dia berdiri sambil menangis terisak, tidak menyadari akan kehadiran ummni dan abi.
”Duduklah nak”sapa ummi
”Bersabarlah nak, inilah yang terbaik bagi kita, Allah mencintai ummatnya yang bersabar”tambah abi menenangkan
Sebelum perjalanan pulang Syahrul meminta kami untuk membantu mencarikan permadani merah. Dia bilang akan diberikan padamu saat pernikahan kalian nanti, tapi Allah berkehendak lain. Sekarang Permadani itu kami serahkan kepadamu sebagai pelipur laramu. Kami tetap menganggapmu sebagai anak kami. Jika nanti akan menikah kabarilah kami. Seringlah silaturahmi kesini untuk sekedar menjenguk kami yang telah renta ini. kalimat-kalimat itu telah menancap dalam sanubari Maharani dan sekaligus menguatkan batinnya. Maharani pun telah mengihlaskan kepergiannya. Bagaimanapun juga inilah taqdir sang Rahman yang maha Penyayang.
Semarang, 2008
Farida Thohir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar